Hakikat puasa Ramadhan ALa Sunan Bonang
Dengan agak sedikit
menoleh ke belakang, melihat kebanyakan orang-orang dalam menjalankan puasa
akhir-akhir ini, membuat saya tertarik untuk sejenak berfikir dan merenungkan apa
yang sebenarnya sedang terjadi pada manusia zaman ini. Terlalu banyak orang
yang mampu ‘melihat’ tetapi pada dasarnya belum mampu ‘merenungkan’ tentang
arti atau hakikat puasa ramadhan.
Setelah menjalani ibadah
puasa kemaren, saya teringat pada apa yang pernah disampaikan oleh sunan BONANG
tentang puasa dan HARI RAYA melalui simbol 2 budaya jawa yang pernah dikutip
dalam harian jawa pos beberapa waktu lalu.
Kata sunan bonang kita
harus berpuasa sungguh2 agar setelah berpuasa nanti bisa menikmati KUPAT. KUPAT
adalah makanan khas hari raya yang sering menjadi menu utama saat lebaran.
Bentuknya nasi putih yang dimasak di dalam JANUR ,daun kelapa yang masih muda
nan putih indah. KUPAT yang dibungkus dengan janur ini melambangkan JATINING
NUR, yakni hati yang putih bersih karena telah beribadah puasa dengan
keihlasan dan kesungguhan selama RAMADHAN. Kupat juga bisa diartikan sebagai
LAKU SING PAPAT atau empat keadaan yang dianugerahkan kepada mereka yang
berkuasa dengan benar, yakni LEBAR, LEBUR, LUBER, LABUR. Masih kata Sunan
Bonang, orang yang berkuasa dengan ikhlas, iman dan ihtisaab ketika hari raya
akan mendapat empat anugerah LAKU tersebut. LEBAR berarti selesai kewajiban
puasanya dengan melegakan, LEBUR berarti terhapus semua dosa yang dilakukannya
dimasa lalu. LUBER berarti melimpah ruah pahala amal-amalnya. LABUR berarti
bersih dirinya dan cerah bercahaya wajahnya.
Ajakan sunan bobang agar
kita berpuasa untuk menuju JATINING NUR dan meraih laku sing papat itu tidak
lain digali dari hadist nabi ketika mengatakan “Barang siapa berpuasa di bulan
ramadhan dengan iman dan penuh kesungguhan akan diampuni dosanya yang telah
lalu”. Uniknya, tanpa mengurangi arti dari Hadits tersebut, sunan bonang
menerjemahkan dengan cara jawa, bahwa kalau kita dapat berpuasa dengan penuh
keyakinan dan keteguhan sikap (iman) dan dengan penuh perhitungan serta
kehati-hatian (Ihtisaab) pada bulan syawal kita akan mendapat JATININGNUR, hati
yang putih indah seperti janur yang menyehatkan. Ingatlah bahwa kebersihan hati
akan menjadi pemelihara yang sangat ampuh bagi kesehatan rohani dan jasmani.
JATININGNUR itulah yang sejatinya disebut fitrah, karena itu barang siapa yang
memperoleh JATININGNUR berarti telah kembali ke fitrah (idul fitri).
JATININGNUR atau hati yang putih bersih tersebut diperoleh karena semua dosa
kita di masa lalu trelah dibersihkan dan diampuni oleh Allah. Nah, orang yang
mendapat ampunan dari segala dosa itu berhak menikmati empat keadaan (kupat,
laku sing papat). Orang yang berpuasa dengan iman dan ihtisaab akan memasuki
LEBAR (lebaran) atau menyelesaikan tugas dengan baik. Orang yang menyelesaikan
tugas puasa dengan baik akan LEBUR (habis) semua dosanya, bahkan orang tersebut
juga menikmati LUBER (melimpah ruah) pahala amal-amalnya sehingga menjadi LABUR
atau indah berseri wajahnya.
Petuah sunan bonang
tentang JATININGNUR dan LAKU SING PAPAT dapat kita jadikan bahan refleksi dalam
beribadah. Pada bulan ramadhan misalnya, kita harus berusaha untuk melaksanakan
ibadah puasa secara sungguh-sungguh agar meraih fitrah dengan JATININGNUR dan
LAKU SING PAPAT itu. Hasilnya tentu dapat dinilai dan dirasakan oleh diri
sendiri nanti setelah tugas berpuasa atau bulan ramadhan selesai. ORANG YANG
PUASANYA BERHASIL, pertama-tama akan ditandai oleh :
1) Perubahan perilaku dari yang semula tidak baik menjadi baik.
Contohnya, orang yang berpuasa akan dapat menahan amarah dan dapat mengendalikan emosi, oleh karena itu setelah berpuasa (hasil dari JATININGNUR dan LAKU SING PAPAT) akan terbiasa untuk berkata lemah lembut berkat hikmah bulan ramadhan.
1) Perubahan perilaku dari yang semula tidak baik menjadi baik.
Contohnya, orang yang berpuasa akan dapat menahan amarah dan dapat mengendalikan emosi, oleh karena itu setelah berpuasa (hasil dari JATININGNUR dan LAKU SING PAPAT) akan terbiasa untuk berkata lemah lembut berkat hikmah bulan ramadhan.
2) yang kedua, Dari yang
semula baik menjadi lebih baik. Mereka yang kembali ke fitrah dengan
JATININGNUR DAN LAKU SING PAPAT adalah mereka yang TAWADLU’ jauh dari
kesombongan dan tidak mau bersikap sewenang-wenang atau melanggar hak-hak orang
lain. Ada pepatah yang mengatakan bahwa “dari harta yang kita punya, separuh
didalamnya adalah hak orang lain”. Dari sikap tawadlu’ dan merujuk pada petuah
itu, maka seseorang yang tadinya gemar beribadah, sekarang jadi gemar
bersedekah dan tentunya dengan rasa yang ikhlas dan mengharap ridlo dari Allah
SWT.
Jadi JATININGNUR dan
LAKU SING PAPAT itu dapat menimbulkan kelembutan dan kesejukan dalam menghargai
orang lain dan segala hak nya, tetapi sekaligus dapat menampilkan ketegasan dan
keberanian dalam menghadapi kesewenang-wenangan atau ancaman atas hak diri atu
hak orang lain. Orang yang mendapat JATININGNUR dan LAKU SING PAPAT adalah
orang yang lembut dan santun terhadap manusia-manusia lain tetapi sekaligus
tegas dan berani melawan ketidakadilan. Masing-masing diri kitalah yang dapat
menentukan apakah akan menjadikan ramadhan dan ibadah puasa sebagai kendaraan
untuk meraih JATININGNUR DAN LAKU SING PAPAT ataukah hanya dijadikan sebagai
keisengan dan basa-basi agar “tercitrakan” sebagai orang yang shaleh, meskipun
sejatinya hanya ‘seolah-olah’ atau ‘berpura-pura’ shaleh…Wallahua’lam
seperti yang di postkan oleh ureechan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar